Bahaya Merokok Sejak Usia Dini
1.1 Bahaya yang ditimbulkan akibat
merokok sejak usia dini
Dari
aspek psikologis, merokok dapat menimbulkan relaksasi, mengurangi ketegangan,
dan melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi. Hal ini kemudian disadari
oleh perokok bahwa ada kondisi yang menyenangkan yang ditimbulkan dengan
merokok. Pada kondisi inilah timbul hasrat atau keinginan untuk mengulangi
perilaku tersebut.
Namun
hal ini akan berbeda jika ternyata sang perokok itu adalah anak-anak. Mengapa
demikian? Karena masa anak-anak adalah masa dimana individu memulai dan
mencapai pertumbuhan yang hampir optimal, dan sangat tidak pantas sekali jika
anak-anak bahkan anak di usia dini sudah melakukan rutinitas negatif tersebut,
yaitu merokok. Padahal pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak-anak adalah
masa yang paling penting dalam rentang kehidupan, karena pertumbuhan dan
perkembanggan pada masa anak-anak akan sangat berpengaruh dan pasti berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada masa-masa selanjutnya.
Berikut adalah beberapa
bahaya merokok bagi anak-anak :
1) Masalah
dan penyakit pernapasan; kapasitas paru-parunya akan berkurang 25 persen serta
memiliki risiko terkena bronkitis dan pneumonia dua kali lebih tinggi.
2) Mengganggu
perkembangan kecerdasan; suatu penelitian di Italia, menunjukkan, anak-anak
yang merokok kemampuan untuk belajar membacanya lebih lambat dibandingkan
anak-anak yang ibunya tidak merokok. Penelitian lain di Amerika, menunjukkan,
anak-anak berumur 11 tahun yang merokok, kemampuan belajarnya terlambat 6
bulan.
3) Hiperaktif
dan cepat lelah; anak-anak yang merokok akan cenderung lebih aktif dibandingkan
anak-anak lain, disebabkan pengaruh rokok yang memberikan rasa percaya diri
yang berlebihan namun keaktifan tersebut tidak akan bertahan lama karena
kapasitas paru-paru dari anak tersebut akan berkurang seiring kebiasanya
merokok sehingga mengakibatkan dirinya menjadi cepat lelah.
4) Kanker
otak 22%
5) Leukemia
6) Jangkitan
telinga
7) Sindrom
kematian mendadak
Dari contoh-contah bahaya diatas sudah jelas
bahwa merokok sangat memberikan efek negatif bagi anak-anak baik dari aspek
fisiologis maupun aspek psikologis. Salah satu contoh kasus yang belakangan
merebak adalah tentang anak yang merokok di usia dininya yaitu pada kasus kasus
Aldi, bocah usia 2,5 tahun asal Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang pandai
merokok.
Aldi hidup di lingkungan nelayan dan
tinggal dengan ayahnya yang seorang perokok. Terlebih, lingkungan tempat
tinggalnya membanggakan kemampuan Aldi dalam merokok. Meskipun masih balita, Aldi
mampu menghembuskan asap rokok membentuk lingkaran-lingkaran kecil di udara. Karena
mendapat perhatian dan pujian dari lingkungannya itu, Aldi merasa bangga dan senang melakukan
aksinya. Dia mendapat reward, jadi tiap kali dia merokok dia mendapatkan perhatian
lingkungan, itu yang membentuk dia sebagai perokok.
Selain mencontoh perilaku orang di
sekitarnya, anak juga akan terdorong untuk merokok atas pengaruh iklan. Menurut
kak Seto, iklan rokok yang bebas tampil di Indonesia ini sangat efektif
mengajak anak menjadi perokok pemula.
1.1 Faktor-Faktor Penyebab Merokok Pada
Usia Dini
Berdasarkan hasil
survei, faktor-faktor penyebab kecanduan rokok meliputi :
A. Faktor
Sosial
Faktor
terbesar dari kebiasaan merokok dipengaruhi oleh faktor sosial atau lingkungan,
dimana karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar,baik dari
keluarga, tetangga, ataupun teman pergaulannya.Bersosialisasi merupakan cara
utama pada anak-anak dan remaja untuk mencari jati diri mereka.Dengan melihat
apa yang dilakukan orang lain dan kadang kala mencoba untuk meniru apa yang
dilakukan orang lain.Hal itu merupakan suatu proses yang terjadi pada remaja
untuk mencari jati diri dan belajar menjalani hidup bersosial.Namun sangat
disayangkan, tidak hanya kebiasaan-kebiasaan yang baik saja yang ditiru
melainkan juga kebiasaan-kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan merokok.
Jika
seseorang yang bukan perokok, hidup atau berkerja bersama dengan seorang
perokok, secara otomatis salah satunya akan terpengaruh. Mungkin yang bukan
perokok mulai mencoba merokok, mungkin juga sebaliknya yang perokok mengurangi
konsumsi rokok. Baik disadari maupun tidak disadari, adaptasi tersebut
dilakukan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan berusaha untuk
diterima di lingkungan sosial-nya.
B. Kebutuhan
Menghisap Dan Mengunyah
Setiap
orang memiliki kebutuhan untuk mengisap dan mengunyah. Kebutuhan ini mulai ada
sejak kita lahir yaitu kebutuhan untuk minum susu, dan secara berangsur-angsur
berkurang dan hilang, tetapi pada beberapa orang masih ada sampai dewasa.
Beberapa orang menggunakan rokok atau perangkat merokok dan asap sebagai sarana
untuk memenuhi kebutuhan ini. Ada hipotesis bahwa kebutuhan ini lebih besar
oleh beberapa orang dewasa kemudian oleh orang lain karena kebutuhan ini atau
beberapa kebutuhan dasar serupa lainnya, belum sepenuhnya puas pada masa
anak-anak.
Jika
anda ingin berhenti merokok, maka ganti kebutuhan menghisap rokok dengan cara
lain. Misal, diganti dengan permen, atau makanan-makanan ringan untuk dikunyah,
ketika keingin merokok muncul. Memang, terlalu banyak mengkonsumsi makanan
ringan merupakan salah satu penyebab obesitas. Namun untuk proses awal, cara
ini dinilai efektif.
C. Respon
Mengulang Otomatis
Ketika
seseorang telah melakukan sesuatu berkali-kali dan cukup sering, maka akan
tercipta pola pengulangan perilaku tertentu secara otomatis. Hal ini terutama
berlaku jika tindakan tertentu dilakukan dalam situasi yang tidak menyenangkan,
yang memberikan efek membuat seseorang merasa lebih aman dalam kehidupan
sehari-hari dan rutinitas.
Seperti
pola pengulangan otomatis selalu menjadi komponen dalam kebiasaan merokok.
Kalau anda ingin berhenti merokok, anda harus mencari tahu di mana situasi dan
lingkungan anda yang biasanya mengambil sebatang rokok. Kemudian cobalah untuk menghindari
situasi-situasi atau lingkungan tersebut.
D. Faktor
Genetik
Tidak
semua orang sangat tergantung pada nikotin. Ada beberapa orang yang lebih mudah
kecanduan nikotin daripada yang lain, dengan alasan yang masih susah untuk
dipahami. Dan alasan-alasan tersebut diyakini diwariskan dalam kode genetik.
E. Kecanduan
Pada Sel Syaraf
Otak
secara normal memiliki substansi-substansi yang memberikan efek penenang dan
efek rangsangan pada sel-sel saraf, dimana substansi-substansi tersebut bekerja
dengan cara menempel pada reseptor-reseptor sel-sel saraf. Dan nikotin memiliki
efek yang sama dengan substansi-substansi tersebut terhadap saraf, ketika
nikotin menempel pada reseptor-reseptor di sel-sel saraf.
Dengan menempelnya nikotin pada
reseptor, maka otak memproduksi dopamin. Dopamin inilah yang memberikan efek
menenangkan dan merangsang organ-organ lain, yang memberikan efek menyenangkan
dari merokok. Namun, ketika nikotin terus menginduksi pelepasan dopamin, otak
secara bertahap mengurangi produksi dopamin ketika nikotin tidak ada, dan otak
akan merasakan kebutuhan yang lebih besar terhadap nikotin untuk tetap bekerja
normal dan merasa nyaman.
1.1 Cara mengantisipasi untuk mencegah
agar anak terhindar dari bahaya merokok
Anak
merokok tentu akan tidak disukai orang tua, namun seringkali orang tua
kecolongan anak-anak mereka merokok di luar pengawasan orang tua, nah bagaimana
agar anak anda tidak menjadi seorang perokok? berikut ada beberapa cara agar
anak tidak merokok
Ada beberapa hal yang
bisa dilakukan oleh orang tua, yaitu:
1) Cobalah
untuk mendiskusikan topik yang sensitif dengan cara tidak menakut-nakuti atau semacam penghakiman.
2) Tekankan
pada anak-anak mengenai hal yang benar dan bukan mengenai yang salah, serta
kepercayaan diri adalah perlindungan terbaik bagi anak agar terhindar dari
tekanan teman sebayanya.
3) Mendorong
anak untuk terlibat dalam aktivitas yang melarang untuk merokok.
4) Sangat
penting untuk terus berbicara pada anak-anak tentang bahaya penggunaan rokok
selama bertahun-tahun.
5) Tanyakan
pada anak apa yang menarik dan tidak menarik tentang rokok, usahakan orangtua
menjadi pendengar yang sabar.
6) Diskusikan
dengan anak tentang cara anak menanggapi tekanan dari teman sebayanya. Mungkin
akan sulit untuk mengatakan tidak, tapi cobalah memberikan respons alternatif
seperti mengatakan bahwa merokok bisa membuat baju dan napasnya menjadi bau.
7) Mendorong
anak untuk meninggalkan teman-temannya yang tidak menghormati alasannya.
8) Jelaskan
pada anak bagaimana rokok bisa mengatur hidupnya, seperti bagaimana cara
membeli rokok, dari mana anak-anak bisa mendapatkan uang dan hal lainnya.
Namun seringkali orang tua kecolongan dan menemukan
anaknya sudah mulai merokok, misalnya dengan mencium bau asap dari pakaiannya.
Hal pertama yang dilakukan oleh orangtua cobalah untuk tidak bereaksi
berlebihan. Tanyakan padanya apakah ia bergaul dengan teman-teman yang merokok
atau hanya mencobanya saja, karena banyak anak yang hanya mencoba sekali lalu
meninggalkan rokok.
Tapi jika setelah itu muncul tanda-tanda seperti
anak sering batuk, suara serak, bau mulut, rentan terkena pilek, sesak napas
dan seringkali menemukan bau asap di pakaiannya, maka ada kemungkinan anak
sudah mulai terbiasa untuk merokok.
Kondisi ini masih bisa terjadi karena terkadang
pondasi yang baik antara orangtua dan anak tidak cukup untuk menghentikan anak
bereksperimen dengan rokok. Karenanya diperlukan komunikasi yang intens dan
lebih fokus.
Berikut
ini ada beberapa cara yang bisa membantu, yaitu:
1)
Cobalah untuk
meminta anak mengungkapkan apa yang membuatnya tertarik dengan rokok dan
meminta anak untuk berbicara jujur.
2)
Sebagian besar
anak tidak bisa menghargai bahwa perilakunya saat ini dapat mempengaruhi
kesehatan di masa depan. Untuk itu cobalah berbicara bahwa anak bisa membelikan
suatu barang yang lebih berarti dengan uangnya dibandingkan membeli barang yang
bisa membuatnya sesak napas, bau mulut dan gigi kuning.
3)
Jika anak
mengungkapkan bahwa ia bisa berhenti merokok kapanpun ia menginginkannya, maka
mintalah anak untuk menghentikan konsumsi makanan favoritnya selama sepekan.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah untuk berhenti merokokjikasudahkecanduan.
4)
Cobalah untuk
tidak mengomel, karena akan semakin sulit untuk membuat anak berhenti merokok.
5)
Membantu anak
untuk mengembangkan rencananya berhenti merokok serta tidak lupa memberinya
pujian saat rencana tersebut berhasil.
6)
Jika hal
tersebut tidak membantu dan frekuensi anak merokok semakin sering, maka ajaklah
ia bertemu dengan dokter untuk merencanakan terapi menghentikan kebiasaan
merokoknya.
Comments
Post a Comment